Kupangmetro.com, Kupang – Seorang Wanita Berinisial HI (36) warga Kelurahan Mbay Kabupaten Nagekeo, jadi korban tindakan asusila yang diduga dilakukan oleh oknum Anggota yang bertugas di Polres Nagekeo Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) inisial (RH) yang menyebabkan korban alami keguguran kandungan berulang-ulang kali.
Shilvi kakak kandung korban saat ditemui Rabu (06/04) menceritakan kekecewaannya terhadap perilaku oknum anggota Polri serta respon Polres Nagekeo yang dinilai lambat dalam menangani pengaduan masyarakat yang melibatkan oknum anggotanya.
“Berawal pada (13/03) lalu, adik saya harus menjalani perawatan medis karena sedang dalam kondisi hamil. Setelah ditelusuri, ini merupakan kehamilan yang kelima yang dialami adik saya. Sementara 4 kali kehamilan sebelumnya, adik saya alami keguguran akibat depresi dan stres berat,” tutur Shilvi.
Disaat yang sama, keluarga berinisiatif membangun komunikasi yang baik dengan (RH) terkait kejadian yang menimpa (HI), namun tidak direspon baik.
“Saya masih bingung, saya minta waktu untuk berpikir,” kata Shilvi mengulang jawaban (RH).
Keesokan harinya pelaku (RH) mendatangi pihak keluarga korban (HI) untuk memastikan bahwa dirinya tidak bisa mempertanggungjawabkan tindakannya tersebut.
“Saya tidak bisa menikah karena sudah punya anak dan istri yang selama ini berada di Makasar. Kalo mau kami berdua nikah siri saja, itupun tidak boleh diketahui pimpinan kantor saya (Kapolres Nagekeo),” tutur Shilvi mengutip perkataan (RH).
Shilvi menambahkan, sejak awal tidak ada itikad baik dari (RH) untuk menyelesaikan masalah yang menimpa adik saya.
“Akhirnya pada (16/03) saya bersama keluarga mendatangi Polres Nagekeo untuk melaporkan tindakan asusila yang dilakukan pelaku (RH) terhadap adik saya,” ungkap Shilvi.
Akibat tindakan pelaku, saat ini korban mengalami depresi trauma dan stres berat.
“Setelah melapor, kami keluarga menunggu hingga kurang lebih 2 minggu tidak ada pemanggilan dari kepolisian. Bahkan pelaku (RH) bebas berkeliaran seperti tidak ada masalah. Polres Nagekeo terkesan melakukan pembiaran dan tidak menindak lanjuti laporan kami. Akibatnya berdampak pada psikis adik saya yang depresi dan trauma hingga adik saya mengalami pendarahan dan keguguran karena stres berat,” pungkas Shilvi.
Shilvi menegaskan, keluarga akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.
“Saya bersama keluarga akan berjuang sampe adik saya mendapatkan keadilan. Beberapa hari kedepan saya akan datangi Propam Polda untuk melapor karena tidak mendapatkan solusi ditingkat Polres. Kalau masih buntu, keluarga sepakat akan datangi Mabes Polri,” tutupnya.
Discussion about this post