Kupangmetro – Kepala Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskopnakertrans) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sylvia R. Peku Djawang mengatakan, sebagai wajib pajak, Koperasi perlu secara aktif mengikuti kewajiban yang telah diataur dalam Undang- Undang Perpajakan. “Koperasi harus memahami fungsinya sebagai wajib pajak, sebab Koperasi bijak adalah Koperasi yang taat pajak,” ungkap Peku Djawang saat membuka webinar Baomong Koperasi yang bertajuk “Perhitungan PPh Badan Koperasi” kepada para pengurus Koperasi se Nusa Tenggara Timur pada Kamis (19/01/2023)
Webinar Baomong Koperasi yang digelar oleh Klinik Digitalisasi Koperasi NTT dipandu oleh Kepala Seksi Pengawasan, Pengupahan dan Jaminan Sosial Diskopnakertrans NTT, Victor Adoe sebagai moderator, dengan menghadirkan Rian Ramdani selaku Penyuluh Pajak Ahli Muda serta Imanudin Zauki sebagai Penyuluh Pajak Ahli Pertama pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan R I.
Imanudin Zauki yang membawakan topik tentang Hak dan Kewajiban Perpajakan Badan Usaha Koperasi menjelaskan, Koperasi merupakan Badan Usaha yang dalam Perpajakan sama dengan badan usaha lainnya seperti PT, CV, Firma ataupun Badan Usaha lainnya yang telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan.
“Karena merupakan badan usaha maka ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh Koperasi, yakni membayar Pajak, memotong pajak serta memungut pajak,” jelas Zauki.
Yang dimaksud membayar pajak yakni Koperasi sebagai badan usaha membayar pajak atas keuntungan koperasi sendiri. Sedangkan yang dimaksud memotong pajak yakni koperasi sebagai badan hukum yang juga bergerak dibidang jasa wajib memotong pajak dari pengguna jasa. Sementara yang dimaksud dengan memungut pajak adalah sama dengan memotong pajak namun jenis pajaknya yang berbeda.
Dijelaskan Zauki, pajak yang dikenakan kepada Badan Usaha Koperasi sudah dimulai sejak saat Koperasi didirikan di Indonesia. “Namun apabila Koperasi telah didirikan tetapi usaha Koperasi belum dimulai, maka belum ada kewajiban bagi Koperasi untuk berkontribusi bagi negara melalui pajak walaupun NPWP telah diterbitkan,” jelasnya.
Selain kewajiban untuk membayar pajak oleh suatu badan usaha dimulai, ada kewajiban pula oleh suatu badan usaha untuk mengakhiri membayar pajak. “Kewajiban untuk mengakhiri membayar pajak oleh suatu badan usaha terjadi manakala badan usaha tersebut telah dibubarkan usahanya dan telah dicabut NPWP badan usaha tersebut,” tambah Zauki.
Terkait kewajiban Perpajakan Badan Usaha Koperasi, terdapat Empat hal yang perlu diperhatikan oleh Koperasi, yakni, mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan. Yang dimaksud dengan mendaftar adalah, saat badan usaha Koperasi didirikan, maka badan usaha koperasi wajib mendaftar diri untuk memiliki NPWP. Kemudian yang dimaksud dengan menghitung yakni, menghitung pajak yang harus dibayar sesuai dengan kegiatan usaha wajib pajak, dan yang dimaksud dengan membayar adalah, membayar pajak yang seharusnya dibayar dengan mekanisme membayar sendiri ke kas negara melalui kantor Pos atau Bank Persepsi, serta yang dimaksud dengan melaporkan yakni, seluruh kegiatan usaha dalam surat pemberitahuan, baik masa atau tahunan sesuai kondisi badan usaha Koperasi sebenarnya.
Koperasi sebagai badan usaha ada kewajiban membayar pajak berupa PPh final yang diperuntukan bagi UKM berdasarkan PP 23 tahun 2018 serta angsuran PPh pasal 25 bagi yang non UKM. Selain sebagai badan usaha, Koperasi juga sebagai pemotong/pemungut pajak (withholding tax).
“Dalam Badan Usaha Koperasi, memotong pajak adalah wajib berdasarkan PPh pasal 21, pasal 23 dan pasal 4 ayat 2 serta pasal 15. Sedangkan memungut pajak cenderung pada PPN,”tegas Zauki.
PPh pasal 21 adalah adalah pajak yang dipotong dari penghasilan gaji karyawan khusus warga negara Indonesia. Sedangkan PPh pasal 26 khusus bagi tenaga kerja/karyawan asing atau WNA. Dan PPh pasal 23 terkait pemotongan sewa selain dana bangunan dan jasa selain orang pribadi yang khusus bagi badan usaha Indonesia. Namun jika badan usaha asing maka dikenakan PPh pasal 26.
Sementara itu terkait dengan penghasilan, ada dikenal dengan penghasilan tidak final, yakni penghitungan ulang penghasilan neto dikurani dengan kredit pajak.”Penghasilan tidak final berupa penghasilan usaha serta penghasilan lain,” jelasnya.
Selan penghasilan final, ada juga penghasilan final, yakni pajak tidak perlu dihitung ulang, namun cukup dicantumkan dalam laporan SPT tahunan. “Penghasilan final berupa penghasilan yang diperoleh dari sewa tanah dan/atau bangunan,” tambanya. (andi sulabessy)
Discussion about this post